Guru, Gawai, dan Mendalamnya Lautan Pembelajaran: Siapa Sebenarnya yang Siap?

 


sakalangkong.com - Selalu Menginspirasi Indonesia. Pembelajaran mendalam—atau deep learning—sering dielu-elukan sebagai masa depan pendidikan. Katanya, siswa akan berpikir kritis, kreatif, memecahkan masalah, dan tidak lagi sekadar menghafal rumus yang bahkan kalkulator pun sudah malas mengingatnya. Tapi ketika jargon ini turun ke ruang kelas, ia sering kali mendarat seperti pesawat tua yang ban-nya satu bocor: berisik, berguncang, dan membuat guru deg-degan.

Tantangannya bukan sedikit. Pertama, kultur sekolah kita masih mengira pembelajaran itu sukses kalau papan tulis penuh dan buku paket habis dibaca. Padahal, pembelajaran mendalam justru menuntut siswa bertanya, berdiskusi, dan tersesat sejenak. Sayangnya, “tersesat” masih dianggap dosa akademik. Kedua, tekanan administratif membuat guru sering terjebak menjadi tukang isi formulir. Waktu yang seharusnya dipakai merancang pengalaman belajar, malah habis untuk mengunggah laporan yang tak pernah dibaca siapa pun—kecuali server aplikasi yang kadang ikut tumbang.

Namun pembelajaran mendalam membawa implikasi besar: bila ia benar-benar diterapkan, maka struktur belajar berubah total. Guru bukan lagi satu-satunya sumber kebenaran, melainkan fasilitator yang merayakan proses, bukan sekadar hasil. Siswa menjadi penjelajah yang menemukan sendiri makna, bukan penumpang yang hanya duduk manis mengikuti rute kurikulum.

Pertanyaannya: apakah guru siap? Jujur saja, sebagian siap, sebagian pura-pura siap, sebagian lagi bahkan belum sempat bertanya karena sibuk mengatur proyektor yang tak kunjung menyala. Kesiapan guru bukan soal kemampuan saja, tetapi juga soal dukungan sistem. Pelatihan masih sering berbentuk ceramah tentang bagaimana menghindari ceramah. Ironis, kan?

Padahal guru membutuhkan ruang aman untuk bereksperimen, gagal, mencoba ulang—seperti halnya siswa. Mereka butuh kepercayaan bahwa inovasi lebih penting daripada kepatuhan pada format laporan. Dan yang terpenting, guru butuh kebebasan berpikir dalam sistem yang kerap terlalu sibuk mengurus permukaan, bukan kedalaman.

Pada akhirnya, pembelajaran mendalam bukan sekadar soal metode, tetapi soal keberanian: keberanian guru untuk belajar ulang, keberanian sistem untuk berubah, dan keberanian kita semua untuk mengakui bahwa masa depan pendidikan tidak bisa dibangun dengan cara-cara lama.

Kalau laut pembelajaran ingin diselami, jangan hanya menyuruh guru berenang. Pastikan juga mereka tidak sedang dipaksa membawa koper berisi administrasi.

Posting Komentar untuk "Guru, Gawai, dan Mendalamnya Lautan Pembelajaran: Siapa Sebenarnya yang Siap?"

Skillpedia