Pemimpin Gaya One Man Show ? Drama Berat, Bro!
sakalangkong.com - Setia Menginspirasi Indonesia. Di tengah hiruk-pikuk politik dan dinamika organisasi, kita sering sekali disuguhi sosok pemimpin yang seolah-olah menjadi pusat dari segala keputusan dan tindakan. Semua lampu sorot tertuju pada dia. Ia yang selalu tampil sebagai “penentu”, “pengendali”, bahkan “penyelamat” dalam setiap masalah. Tapi, apakah benar seperti itu seharusnya? Apakah kepemimpinan adalah pertunjukan satu orang, di mana sang pemimpin menjadi aktor tunggal dalam drama besar?
Saya percaya, jawabannya tidak. Justru, kepemimpinan yang terlalu mengedepankan diri sendiri, yang kita sebut sebagai one man show, adalah awal dari masalah besar yang sering kita lihat di berbagai lapisan masyarakat, baik di pemerintahan, perusahaan, bahkan organisasi sosial sekalipun.
Mari kita renungkan. Dalam sebuah organisasi yang sehat, kepemimpinan adalah soal kolaborasi, soal sinergi, soal bagaimana seorang pemimpin bisa memberdayakan timnya, mengajak banyak orang untuk berkontribusi dan bersuara, bukan hanya memerintah dan mengarahkan dari atas menara gading. Tapi sayangnya, banyak pemimpin yang terjebak dalam jebakan narsisme kekuasaan. Mereka merasa bahwa semuanya harus lewat dirinya, bahwa dia lah satu-satunya yang paling tahu, dan yang paling berhak menentukan arah.
Akibatnya? Keputusan menjadi berat sebelah, tidak inklusif, dan jauh dari aspirasi kolektif. Kita lihat banyak proyek mandek, konflik internal meruncing, dan rasa ketidakadilan menyebar. Alih-alih menjadi pemimpin yang membangun, mereka malah membangun tembok di antara diri mereka dan timnya. Seolah-olah, tanpa kehadiran mereka, segala sesuatunya akan runtuh.
Tapi fakta berbicara lain. Pemimpin terbaik bukan mereka yang selalu tampil sendirian di panggung, melainkan yang mampu menyatukan banyak suara. Mereka yang tahu bahwa keberhasilan adalah hasil kerja bersama, bukan pencapaian individu. Dalam budaya kerja modern, kepemimpinan kolaboratif bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan.
Bayangkan seorang kapten kapal yang hanya mengandalkan dirinya untuk menentukan arah tanpa mendengarkan navigator, tanpa memperhatikan cuaca, tanpa mempercayai anak buahnya. Bisa dibayangkan bagaimana perjalanannya. Tidak hanya berbahaya, tapi juga membuang-buang potensi yang ada.
Dalam konteks sosial, one man show juga merusak demokrasi kecil di lingkungan kerja, masyarakat, bahkan negara. Kita tahu bahwa kekuasaan yang terlalu terkonsentrasi pada satu orang, cenderung disalahgunakan. Kritik dan masukan yang seharusnya menjadi bahan refleksi dan perbaikan, malah dibungkam atau diabaikan. Rasa takut dan ketidakpercayaan tumbuh, lalu kreativitas dan inovasi mati.
Sebaliknya, pemimpin yang membuka ruang dialog, menghargai pendapat orang lain, dan mengakui keterbatasan diri, justru memupuk rasa percaya dan loyalitas. Mereka bukan hanya menciptakan pengikut, tapi juga menciptakan pemimpin-pemimpin baru yang siap meneruskan perjuangan bersama.
Kita pun bisa melihat banyak contoh nyata, dari organisasi yang berhasil hingga negara-negara yang maju, bahwa kunci sukses mereka adalah kepemimpinan yang inklusif dan berbasis tim. Mereka sadar, kekuatan sejati ada pada keberagaman pikiran, pengalaman, dan kerja sama. Mereka menghilangkan batas antara “pemimpin” dan “bawahan”, dan menggantinya dengan “tim” yang bergerak bersama.
Lalu, bagaimana kita menghindari jebakan one man show? Pertama, pemimpin harus belajar mendengar lebih banyak daripada berbicara. Mendengarkan bukan hanya soal kata-kata, tapi juga memahami konteks, emosi, dan kebutuhan orang lain. Kedua, pemimpin harus membangun sistem yang memungkinkan setiap anggota berkontribusi secara nyata dan dihargai. Ketiga, keberanian untuk berbagi kekuasaan dan mengambil risiko bersama, bukan bersembunyi di balik otoritas tunggal.
Saya yakin, saat pemimpin melepaskan diri dari egonya yang sempit, dan membuka diri untuk bersinergi, maka sebuah perubahan besar bisa terjadi. Bukan perubahan yang dipaksakan dari atas, tapi perubahan yang lahir dari hati banyak orang yang merasa dilibatkan dan dihargai.
Di dunia yang semakin kompleks dan dinamis ini, one man show sudah tidak relevan. Pemimpin sejati adalah mereka yang mampu menari bersama timnya, bukan menari sendirian di atas panggung.
Mari kita bersama-sama membangun pemimpin seperti itu—pemimpin yang bukan hanya memimpin, tapi juga menginspirasi dan memberdayakan. Karena pada akhirnya, kepemimpinan yang hebat bukan soal siapa yang paling bersinar, tapi siapa yang mampu membuat banyak orang bersinar bersama.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari sakalangkong.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Guru Indonesia", caranya klik link https://t.me/guruindonesiagroup, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Posting Komentar untuk "Pemimpin Gaya One Man Show ? Drama Berat, Bro!"